Kupang Batanam

Menanam sayur menggunakan botol bekas
Sementara mengisi tanah yang sudah tercampur dengan Bokashi ke dalam polibag, Boros dan Arak datang. Saya menyapa mereka sekedarnya saja, lalu kembali sibuk dengan tanah. Keduanya terpaksa ikut duduk di batu yang agak lapang, tidak jauh dari tempat saja bekerja.

"Saya heran dengan lu neh, di kampung ada tanah luas-luas dibiarkan jadi lahan tidur. Sampe di Kupang batasibuk urus itu polibag. Kaks sehat ko ?", Boros berkomentar dengan frontal sebagaimana biasanya.

Saya pikir sejenak, memang ada benarnya juga, tapi tidak menanggapinya dengan serius. Saya sadar betul, orang yang berada dekat saya itu adalah Boros. Bukan orang baru. Saya tetap sibuk meramu tanah dan kompos.

Tidak lama berselang, Arak juga ikut berkomentar, "Percuma tanam Kaka, nanti kambing dong datang makan le. Katong tanam hanya untuk dong sa. Lebe baik diam-diam sah".
Karena Arak baru saja berkenalan dengan saya, terpaksa saya tetap memberikan sikap yang ramah. "Sonde apa-apa Kaka, asalkan kita berupaya dulu", kata saya sambil tetap sibuk memasukan tanah ke polibag.

***
Saya berusaha menanam bukan tanpa sebab. Semuanya berawal dari kegiatan #Topang (Katong Anak Muda Daulat Pangan Lokal) yang diselenggarakan oleh Yayasan Pikul pada awal Febuari 2017 lalu, di OCD Caffee Lasiana. Mengenai kegiatan tersebut, saya pernah menceritakan pada postingan sebelumnya (Facebook).

Saat itu, setiap kelompok diberi kesempatan merancang rencana tindak lanjut atau aksi nyata paska pelatihan. Sebagian peserta yang hadir, merupakan aktivis dari berbagai komunitas yang ada di Kota Kupang. Ada pula yang hadir membawa nama pribadi, termasuk saya.

Kami yang belum tergabung dengan komunitas manapun, akhirnya bersepakat membangun komunitas baru. Kami sepakati kegiatan-kegiatan utama yang akan dilakukan. Kita ingin membangun kebiasaan menanam pada anak-anak, sekaligus memberi penyuluhan tentang gizi. Intinya kita ingin belajar bertanam sama-sama, lalu jika berhasil, ilmunya dibagikan kepada yang lain.

Pertemuan kami saat itu terbatas oleh waktu. Komunikasi dilanjutkan lewat media sosial FB dan WA. Mulai muncul banyak ide dan ada kemauan untuk adakan pertemuan secara langsung. Pertemuan itu terjadi di kantor yayasan pikul di bilangan Oebobo.

Pada pertemuan itu, terbentuklah nama komunitas yang baru lahir itu yaitu: PIPET (Pribadi Peduli Tani). Setelah itu, rencana kegiatan pun dibahas lebih detail sehingga memungkinkan untuk diteruskan. Kegiatan awal difokuskan pada bagaimana cara menanam yang baik ?

Gayung bersambut, ternyata Yayasan Pikul mendukung konsep yang digagas oleh Pipet. Sehingga, kemarin hari sabtu (25/2/2017) diadakan pelatihan pembuatan pupuk kompos (padat dan cair) dan cara menanam yang baik berdasarkan pengalaman pegiat urban farming.

Pelatihan yang berlangsung di Kantor Yayasan Pikul itu berjalan sangat santai namun penuh makna. Kegiatan diawali dengan perumusan visi bersama. Mau seperti apa gerakan #KupangBatanam lima tahun ke depan ? Semua aktif merumuskan. Sebab, metode yang digunakan oleh para punggawa pikul sangat-sangat kreatif. Rasanya kita sedang bermain, eh tau-taunya kita telah memahami konsep yang sama tentang harapan masa depan. Luar biasa fasilitatornya, kita mesti beri tepuk tangan yang meriah. Ayo, simpan hp-nya dulu, tepuk tangan sejenak !

Setelah punya visi yang clear, kami dibekali cara pembuatan Bokashi atau pupuk kompos padat serta pupuk kompos cair. Materi disampaikan oleh para ekspert. Ibu Lenny, -seorang Dosen Politani Kupang serta telah berpengalaman bercocoktanam menggunakan lahan sempit- menjelaskan langkah-langkah membuat pupuk kompos cair. Beliau juga memperlihatkan foto, bagaimana rumahnya dipenuhi tanaman yang subuh dan berbuah lebat.
Ibu Lenny sedang menunjukkan cara pembuatan pupuk kompos cair
Pembuatan pupuk kompos padat dijelaskan oleh salah satu anggota Geng Motor Imut. Mereka telah lama berurusan dengan pembuatan pupuk tersebut, sehingga tidak diragukan lagi keahliannya.

Setelah penjelasan materi, kami langsung praktik membuat kedua jenis pupuk tadi. Jadi, tidak hanya sekedar bicara saja. Itulah yang membuat kami semakin tertarik dan mudah memahaminya.

Pada akhir sesi, kami diberi bekal tambahan untuk praktik di rumah masing-masing. Setiap orang mendapatkan 9 jenit bibit tanaman, 8 buah polibag, tanah hitam dan pupuk kompos secukupnya. Semua itu diberikan secara cuma-cuma. Kurang baik apa lagi ? Terlalu kalau tidak mau tanam.

Apalagi mereka memberi tantangan kepada peserta. Setiap orang akan dikunjungi oleh pengurus Pipet guna melihat progres masing-masing peserta. Setiap kemajuan akan diberi penghargaan berupa pin. Pendampingan ini akan terus berlanjut hingga manajemen paska panen. Pokoknya komplit. Jika ingin bertanya atau berkonsultasi tentang tanaman, sangat mudah, langsung ketik pertanyaannya di grup WA atau FB milik #KupangBatanam.

***
Itulah mengapa saya berusaha menanam. Namun, penjelasan mengenai kegiatan di atas belum saya ceritakan kepada Boros dan Arak. Saya biarkan saja keduanya menilai dan berkomentar sesuka hati.

Setelah polibag terisi tanah, saya melepah lelah duduk lesehan di teras yang beralaskan tikar. Boros kemudian mengusulkan, "Enak betul kalau kita minum kopi dulu e....?".

"Sonde ada kopi dan gula", jawab saya ketus. Kemudian merebahkan tubuh lalu memejamkan mata. Saya tidak mau lihat ekspresi muka Boros yang pastinya sedang dongkol. Padahal stok kopi dan gula saya masih bisa sampai tahun depan.


"Persetan dengan Boros", saya membatin, "Cukup lelah hari ini".

Tulisan ini pernah posting di Facebook tanggal 26 Februari 2017

Posting Komentar

0 Komentar